Kitakini.news - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai perjalanan kasus dugaan korupsi seleksi PPPK Kabupaten Langkat, sarat dengan kriminalisasi terhadap guru honorer yang berjuang untuk mendapatkan keadilan.
Dalam keterangan resmi LBH Medan, Irvan Saputra MH bersama Sofyan Muis Gajah SH menyebutkan bahwa guru honorer yang mengungkap dugaan korupsi seleksi PPPK diduga dilaporkan oleh pengacara Kadis Pendidikan Langkat. Sehingga menurut mereka, hal ini sebagai upaya pembungkaman dna kriminalisasi terhadap guru.
"Kasus kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Langkat Tahun 2023 semakin menimbulkan polemik. Ratusan guru honorer korban seleksi PPPK Langkat saat ini terus berjuang untuk mendapatkan Keadilan baik di Polda Sumut dan PTUN Medan," kata Irvan dalam keterangan resmi LBH Medan, Kamis (26/9/2024).
Adapun dugaan kriminalisasi terhadap guru honorer yang berjuang mendapatkan keadilan atas seleksi PPPK Kabupaten Langkat lanjutnya, mendapatkan intimidasi agar tidak menyuarakan kasus ini ke publik. Kemudian pemecatan sepihak hingga membuat daftar hitam nama-nama guru yang ikut berjuang bersama.
Satu diantaranya, seorang guru honorer bernama Meilisya Ramadhani yang menyuarakan kasus dugaan kecurangan dan tindak pidana korupsi tersebut. Kabarnya ia dilaporkan ke Polres Langkat oleh diduga pengacara dari Kadis Pendidikan Langkat yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, kabarnya pengacara dimaksud juga merupakan kuasa hukum Pj Bupati Langkat (tergugat) dalam sengketa TUN bernomor: 30/G/2024/PTUN.MDN yang diajukan ratusan guru honorer (Penggugat) dan sedang berproses di pengadilan tersebut.
Diketahui bahwa Meilisya Ramadhani adalah guru honorer SMP N 1 Tanjung Pura Kabupaten Langkat mengungkap adanya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat Tahun 2023. Mengingat adanya nilai seleksi kompetensi teknis tambahan (SKTT) dalam hal pengumuman kelulusan yang ditandatangani Plt Bupati Langkat, Syah Afandin.
Dalam seleksi PPPK Langkat kata Irvan, tidak ada jadwal dan kegiatan SKTT. Namun nilai dari ujian ini kabarnya dijadikan faktor penentu kelulusan. Meskipun sebanyak 103 orang guru honorer mendapatkan nilai tinggi, sesuai passing grade, seperti ujian CAT untuk formasi guru.
"Serta anehnya salah satu guru yang berjuang a.n Dinda Nurfan mendapatkan nilai CAT tertinggi dalam formasi guru se-Kabupaten Langkat yaitu dengan skor 601 dinyatakan tidak lulus, dikarenakan adanya pencantuman nilai SKTT yang tidak pernah diikutinya. Namun yang bersangkutan mendapatkan nilai dan parahnya nilai tersebut sangat tidak masuk akal," jelasnya.
Terkait pengumuman kelulusan seleksi PPPK oleh Plt Bupati Langkat, Syah Afandin saat masih menjabat katanya, para guru termasuk Meilisya melakukan investigasi dan menemukan banyak kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini.
"Semisal, adanya SKTT yang tiba-tiba yang tidak berdasarkan aturan hukum (diselundupkan). Kemudian adanya guru yang diduga siluman dalam artian tidak pernah mengajar jadi guru dan parahnya terdaftar sebagai honorer PUPR Langkat tetapi lulus PPPK. Serta adanya praktik suap dengan nilai fantastis diduga (40-80) juta untuk meluluskan guru yang mengikuti seleksi PPPK Langkat," sebutnya.
Atas dugaan ini sebut Irvan, ratusan guru menggelar aksi damai ke Bupati Langkat. Kemudian mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) ke DPRD Langkat hingga melaporkan kasus ini ke Polda Sumatera Utara dan mengajukan gugatan ke PTUN Medan.
"Upaya yang dilakukan para guru mendapatkan jawaban, terkait laporan dugaan tindak pidana korupsi tersebut Polda Sumut telah menetapkan 5 Tersangka yaitu Kepala Dinas Pendidikan, Kepala BKD, Kasi Kesiswaan SD Disdik dan 2 Kepala Sekolah di Kab. Langkat. Namun hari ke-5 Tersangka tersebut tidak ditahan," jelasnya.
Namun parahnya, ada dugaan laporan dari pengacara Kadis Pendidikan Langkat terhadap guru honorer yang mengungkap kasus ini. Bahkan waktunya sekira sepekan setelah penetapan sejumlah tersangka. Atau dua hari sebelum putusan PTUN Medan, 26 September 2024, terkait gugatan Meilisya.
"Kuat dugaan pelaporan terhadap Meilisya adalah upaya pembungkaman dan kriminalisasi. Serta upaya membuat guru-guru honorer lainya takut untuk terus berjuang. Namun tal tersebut salah besar, dengan adanya upaya kriminalisasi tersebut membuat para guru semakin semangat untuk melawan ketidakadilan dan membongkar kasus dugaan korupsi PPPK sampai ke akar-akarnya," tambahnya lagi.
Pihaknya selaku kuasa hukum Meilisya dan ratusan guru honorer Langkat membenarkan bahwa yang bersangkutan ikut seleksi PPPK Langkat tahun 2023 dan dinyatakan lulus. Tetapi ia mengundurkan diri karena mengikuti kontestasi politik Pemilu per 26 Desember 2023, dimana pengunduran diri dimaksud telah diumumkan oleh Plt Bupati Syah Afandin saat itu.
"Oleh karena itu, LBH Medan menilai jika pelaporan terhadap Meilisya adalah bentuk nyata kriminalisasi dan intimidasi terhadap para guru yang terus menyuarakan kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat. Bahwa upaya kriminalisasi sesungguhnya telah bertentangan dengan UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, ICCPR dan Duham," pungkasnya.