Kitakini.news - Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) menetapkan 2 orang tersangka terkait kasus dugaan korupsi pemeliharaan rutin jalan dan jembatan UPT PUPR Provsu Gunungsitoli.
Adapun kedua tersangka yakni berinisial RTZ selaku Kepala (Ka) UPT Jalan dan Jembatan Gunungsitoli Dinas Marga dan TT selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu.
Hal itu dibenarkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa (12/12/2023) malam.
"Benar, tim penyidik Pidsus Kejati Sumut telah menetapkan 2 orang tersangka terkait kasus dugaan dugaan korupsi pemeliharaan rutin jalan dan jembatan Dinas PUPR Sumut, UPT Gunungsitoli," kata Yos.
Yos mengatakan penetapan terhadap kedua tersangka dikarenakan tim penyidik telah memperoleh minimal dua alat bukti, berdasarkan keterangan saksi, Keterangan ahli, surat dan alat bukti petunjuk.
"Dalam kasus ini, kerugian negara sebesar Rp2.454.949.986 atau Rp2,4 miliar lebih berdasarkan laporan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sumatera Utara," sebutnya.
Ditegaskan mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini, akibat perbuatan kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Subsidair Pasal 3 Lebih Subsidair Pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Saat ini tersangka TT telah ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan selama 20 hari kedepan. Sementara tersangka RTZ belum dilakukan penahanan dikarenakan saat pemanggilan tidak datang dengan mengirimkan surat sakit," pungkasnya.
Diketahui, kasus ini bermula pada Tahun 2022, UPT Jalan dan Jembatan Gunungsitoli dianggarkan dalam Dokumen Pelaksanaan Pergeseran Anggaran (DPPA) TA 202 kegiatan pemeliharaan rutin Jalan dan Jembatan Provinsi sebesar Rp6.448.681.500.
Namun, realisasi pembayaran ternyata jumlah uang / upah yang diterima oleh mandor dan pekerja tidak sesuai dengan bukti rekapan maupun kwitansi untuk upah mandor dan pekerja.
Selain itu, para pekerja dan mandor juga tidak pernah menandatangani bukti pembayaran upah.
Sehingga dalam kasus ini, berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) kerugian negara mencapai Rp2,4 miliar lebih.