Kitakini.news - Ketua Forum Masyarakat Dalihan Natolu (Formadana), Abdul Rahim Siregar mengingatkan kepada semua pihak untuk terus mewariskan seluk beluk tanah adat dan ulayat kepada anak cucu, guna mencegah keterputusan sejarah asal usul lahan milik leluhur.
"Harus ada regenerasi pemahaman asal usul tanah ulayat dan adat, agar anak cucu kita tahu asal usul lahan yang sudah diwariskan secara turun temurun," ujar Abdul Rahim Siregar (ARS), dalam acara Forum Group Discussion (FGD) Formadana Tabagsel, bertemakan "Masyarakat Hukum Adat Dan Masa Depan", di Aula Seven, SMK 7 Jalanl STM Medan, Selasa (27/8/2024).
Hadir pada acara itu, sejumlah narasumber yakni Abdul Rahim Siregar, Kepala Dinas Pendidikan Sumut Abdul Haris Lubis, Ahmad Yamin Dalimunthe, Shohibul Ansor, dan dipandu moderator Arifin Saleh Siregar.
Adapun pengurus Formadana yang hadir Sekjen Febri Dalimunthe, Amelia Zelianty Siregar dan jajaran.
Menurut ARS yang jujugAnggota DPRD Sumut Fraksi PKS itu, dengan regenerasi itu anak anak nanti akan tahu dari mana asal usul tanah adat, begitu juga asal usul gelar yang diberikan leluhur mereka.
"Jangan sampai terjadi keterputusan sejarah tanah adat dan ulayat sebagai dasar regulasi," cetusnya.
Jika dibiarkan berlarut-larut, akan terjadi pencaplokan yang dilakukan pihak pihak yang mengklaim lahan yang berkaitan dengan lahan adat dan ulayat.
Karenanya, ARS mengatakan, untuk mencegah terjadinya pencaplokan dan keterputusan sejarah tanah adat dan ulayat, Formadana menyerukan tiga hal.
Pertama mendorong Perlindungan Hak. Sebagai forum yang concern dengan berbagai masalah, termasuk tanah adat.
ARS terus mendorong DPRD Sumut membuka dan membahas usulan rancangan peraturan daerah tentang tata cara pengakuan, perlindungan hak dan penetapan masyarakat adat dapat terealisasi.
Kemudian, pihaknya terus melakukan dialog dan komunikasi dengan forum dan lembaga adat untuk menyatukan pandangan dan sikap atas permasalahan tanah ulayat dan adat di Sumut.
"Karena selama ini, ada sejumlah lembaga adat yang baru terbentuk tampaknya hanya ingin menguasai tanah adat," katanya.
Terakhir, upaya percepatan pembentukan Sumatera Tenggara, guna mempercepat proses hukum adat, mengingat di Tabagsel, kini terdapat tiga suku dominan, yakni Mandailing, Angkola dan Padang Bolak.
Berkaitan dengan upaya Formadana, ARS mengatakan, sejak awal pihaknya ingin forum ini tidak hanya berkiprah di tingkat Sumut, tetapi juga sampai ke seluruh Indonesia.
"Ini baru Aceh yang sudah terbentuk, ke depannya kita usahakan ada di daerah lain di Indonesia, yang bertujuanu untuk terus menyebarluaskan pemahaman dan pentingnya tanah ulayat dan adat," katanya.
Sementara itu, narasumber lainnya Abdul Haris Nasution menekankan pentingnya aspek pendidikan dalam rangka mewujudkan sumber daya yang berkualitas.
"Ada delapan poin yang ingin saya sampaikan, satu di antaranya pentingnya penguatan karakter dan budi pekerti sebagai dasar kukuhnya identitas para anak didik," beber Haris.
Namun yang terpenting dari semua itu adalah perlunya semua pihak untuk menyatukan sikap, jika ingin memajukan dunia pendidikan.
Adapun narasumber Shohibul Ansor kembali mengingatkan pemerintah untuk tidak main-main dengan masalah tanah ulayat dan adat.
"Tidak boleh anggap enteng, ini persoalan serius," katanya.
Acara diselangi-selingi dengan tanya jawab dan diakhiri dengan sesi foto bersama. (**)