Kitakini.news - Korea Selatan saat ini tengah menghadapi krisis populasi yang serius, dengan angka kelahiran yang terus merosot. Pada tahun 2023, tingkat kelahiran di negara ini tercatat hanya sebesar 0,72, yang merupakan rekor terendah sepanjang sejarah.
Berbagai faktor berkontribusi terhadap rendahnya angka kelahiran ini, termasuk tingginya biaya pendidikan dan perumahan, yang membuat banyak pasangan memilih untuk menunda pernikahan dan memiliki anak.
Biaya hidup yang tinggi menjadi salah satu alasan utama mengapa banyak pasangan di Korea Selatan mengurungkan niat untuk membangun keluarga.
Pendidikan yang mahal, terutama biaya masuk universitas, serta harga perumahan yang terus meningkat, memaksa banyak pasangan untuk fokus pada kebutuhan ekonomi mereka daripada perencanaan keluarga. Tekanan sosial untuk sukses dalam karier juga berperan dalam rendahnya angka kelahiran ini.
Dalam upaya mengatasi krisis ini, pemerintah Korea Selatan, baik di tingkat pusat maupun lokal, telah mengambil langkah-langkah serius. Salah satu upaya terbaru adalah insentif besar-besaran bagi pasangan yang bersedia menjalin hubungan dan menikah.
Misalnya, di Distrik Saha, Kota Busan, pemerintah setempat akan menyelenggarakan acara perjodohan pada Oktober 2024 dan menawarkan hadiah menarik bagi pasangan yang berpartisipasi.
Pemerintah Distrik Saha akan memberikan uang sebesar 1 juta Won (sekitar Rp 11 juta) kepada pasangan yang berpartisipasi dalam acara perjodohan.
Acara ini ditujukan untuk penduduk berusia 23 hingga 43 tahun yang tinggal atau bekerja di distrik tersebut. Lebih menarik lagi, pasangan yang melanjutkan hubungan mereka hingga tahap "sang-gyeon-rye" (pertemuan keluarga sebelum pernikahan) akan menerima tambahan insentif sebesar 2 juta Won (sekitar Rp23 juta).
Jika pasangan tersebut akhirnya memutuskan untuk menikah, pemerintah distrik akan memberikan bonus pernikahan sebesar 20 juta Won (sekitar Rp 230 juta).
Selain itu, pengantin baru akan menerima bantuan finansial untuk membeli rumah, dengan dana deposito sebesar 29 juta Won (sekitar Rp 345 juta), atau bantuan sewa rumah selama lima tahun dengan nilai 803 ribu Won per bulan (sekitar Rp 9,2 juta).
Secara total, pasangan yang mengikuti acara perjodohan ini dan menikah bisa mendapatkan insentif hingga 54 juta Won (sekitar Rp 632 juta).
Kebijakan insentif ini merupakan salah satu dari banyak upaya pemerintah Korea Selatan untuk mengatasi krisis populasi yang kian memburuk. Pemerintah berharap bahwa dengan memberikan dukungan finansial yang signifikan, lebih banyak pasangan akan terdorong untuk menikah dan membangun keluarga, sehingga angka kelahiran di negara tersebut dapat meningkat secara perlahan.
Dengan berbagai program dan insentif yang ditawarkan, diharapkan bahwa krisis populasi di Korea Selatan bisa diatasi dan memberikan dampak positif bagi masa depan negara tersebut.