Kitakini.news -Terkait wacana tentang mafia tanah yang menjadi fokus MenteriAgraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahiduntuk upaya pemberantasannya, Anggota DPRD Sumut angkat bicara soal ketegasan,keberanian dan konsep komprehensip berkeadilan.
Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut), Abdul Rahim Siregar(ARS) mengatakan bahwa persoalan mafia tanah yang berujung konflik agrariatelah menjadi masalah yang berkepanjangan selama puluhan tahun, terutama sejakbergulirnya era reformasi di awal tahun 2000-an. Berbagai kasus seperti tanahulayat (tanah adat) hingga yang teranyar adalah lahan eks HGU (Hak Guna Usaha)sampai menelan korban jiwa, menurutnya harus menjadi perhatian khusus danserius seluruh perangkat negara.
"Persoalan ini kan terus ada dari tahun ke tahun. Ini tentukaitannya juga dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Dari situ, seringterjadi adanya (rencana) peruntukan pertanahan, dari berbagai perspektif. Baik itukehutanan dan yang berkaitan dengan tanah ulayat hingga soal tanah garapan eksHGU," ujar ARS kepada kitakini.news, Sabtu (2/11/2024).
Secara garis besar, ARS mengatakan bahwa perlu ada perubahanatau penyempurnaan regulasi di tingkat pusat. Dengan mengacu pada dua prinsip,yakni komprehensif (menyeluruh) dan berkeadilan. Mengingat hal ini merupakanmasalah yang paling dasar dan berkaitan erat dengan hajat serta keberlangsunganhidup masyarakat yang nota bene membutuhkan lahan, seiring bertambahnya jumlahpenduduk.
"Dari segi regulasi, tentu ini harus ada penyempurnaanUndang-undang Pokok Agraria di pusat. Karena bicara soal tanah, adalah masadepan pembangunan, terutama bagi masyarakat umum. Walaupun sebenarnya sudah adaaturan tentang itu," sebut Abdul Rahim terkait UUD 1945, Pasal 18B yangmenyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat sertahak-hak tradisionalnya.
Naumun sayangnya kata Abdul Rahim, dari berbagai kasus yanglaporannya masuk ke DPRD Sumut menghadapi dilema. Sebab belum ada regulasiturunan yang bisa menjadi acuan untuk menempatkan upaya penyelesaian yangkomprehensif terhadap kasus konflik agraria yang sarat keterlibatan mafia tanahini. Apalagi katanya, konflik pertanahan di Sumatera Utara adalah yang terbesarsecara nasional.
"Tetapi jika ini menjadi kebutuhan di Sumatera Utara,harusnya kita bisa melahirkan regulasi untuk itu dan melahirkan PeraturanDaerah (Perda) di masa yang akan datang. Beberapa provinsi dan kabupaten kitadengar sudah ada itu (Perda Tanah Ulayat/Masyarakat Adat). Kemunginan kuatmemang, karena masayarakat adat ini kan banyak yang lemah dari sisiadministrasi, karena sifatnya turun temurun secara tradisional," jelasnya.
Menyinggung soal kasus konflik pertanahan eks HGU PTPN di Sumut,Sekretaris Fraksi PKS DPRD Sumut ini menyebutkan bahwa dugaan keterlibatan mafiatanah sangat kentara di hampir semua tempat/kawasan. Mengingat banyak munculbangunan atau peruntukan bagi kepentingan bisnis, bukan semata untuk permukimanmasyarakat yang notabene memang membutuhkan lahan permukiman sederhana ataulahan pertanian.
"Banyak kita lihat di beberapa kawasan lahan eks HGU itu,justru buan permukiman masyarakat, tetapi pabrik, yang harusnya tidak boleh. Ataukawasan perumahan yang semangatnya jauh dari peruntukan kepada rakyat kecil. Dengankata lain, sangat wajar dugaan keterlibatan mafia tanah dalam hal peruntukan(RTRW) lahan ini. Baik itu oknum di birokrasi (Pemda, Pemprov dan PTPN),Legislatif, Pengusaha bahkan mungkin oknum aparat penegak hukum," katanya.
"Kita butuh regulasi yang tegas, komprehensif dan berkeadilan!.Dan Menteri ATR/Kepala BPN harus berani memberantas mafia tanah ini. Dan harusada komitmen yang kuat dan semangat politik yang baik dari Presiden RI, BapakPrabowo Subianto. Karena ini adalah persoalan kronis. Sehingga Pak Nusron Wahidsebagai menterinya, jangan ragu jika ingin memberantas ini. Siapapun oknumnya,harus berani (dihadapi). Kalau tidak, sampai kapanpun ini tidak akan selesai,"pungkasnya.