EPZA: Sidang Isbat Kurang Relevan

- Jumat, 28 April 2023 18:24 WIB

Warning: getimagesize(https://cdn.kitakini.news/uploads/images/202304/epza.png): Failed to open stream: HTTP request failed! HTTP/1.1 404 Not Found in /home/u808140588/domains/kitakini.news/public_html/amp/detail.php on line 176

Kitakini.news – Sidang Isbat dalam menentukan 1Ramadhan, 1 Syawal maupun 1 Zulhijjah oleh Kementerian Agama RepublikIndonesia, justru dinilai kurang relevan. Sebab, dari zaman Orde Lama hinggaOrde Baru, tidak pernah ada sidang Isbat dalam penetepan, awal puasa, IdulFitri dan Idul Adha. Dan alhamdulillah baik-baik saja ummat ini.

 

Pemerintah harusnya lebih bersikap netral danmengayomi semua ormas Islam di Indonesia. bukan terkesan berpihak pada ormas Islamtertentu dengan alasan telah melakukan sidang Istbat.

 

Dalam konteks urusan menjalankan risalah agama,sejatinya pemerintah berada di tengah menjadi payung atau pengayom terhadapsetiap ormas Islam.

 

Selain itu, dalam konsep Islam sudah jelas, bahwaperbedaan merupakan rahmat, bukan petaka. Sehingga ya silahkan, karenamasing-masing punya dasar cara atau metode dalam menetapkan jadwal Sholat,puasa dan Hari Raya. Maka dari itu, mari saling menghormati dan bukan salingmenghakimi.

 

Kemudian saya melihat keberagaman di Indonesia cukupbagus, meskipun terdapat perbedaan dalam pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan danSholat Idul Fitri maupun Idul Adha. Tidak ada persolan yang mendasarditengah-tengah masyarakat. Sebab dalam menjalankan perintah agama, ada Imamataupun ulama sebagai panutan ummat Islam.  

 

Hanya saja, saya melihat masalahnya ada di sidangIsbat yang dinilai kurang relevan. Dan solusinya menurut saya harus ada kalenderummat Islam yang dapat diberlakukan dan bertujuan sebagai pengikat secarabersama ummat Islam di Indonesia.  

 

Tak hanya itu, saya juga melihat perkembangan ilmuteknologi khususnya ilmu Astrononomi atau ilmu Falaq sudah cukup signifikan. Sehinggamampu menjawab setiap tantangan dalam menetapkan waktu-waktu shalat, imsak,puasa dan lain sebagainya.

 

Sehingga seharusnya jangan memaksakan kehendak memakaimetode Rukyatul Hilal yang kemudian mengesampingkan metode Hisab (Perhitungan).Sementara, di alam peradaban modern saat ini, metode Hisab jauh lebih vallidatau Sohih hasilnya ketimbang sekedar melakukan Rukyatul Hilal yang notabebemelihat bulan dengan “mata telanjang”.

 

Ya, kalau di zaman tradisional ok lah. Mungkin belumada teknologi canggih, wajar kalau nenek moyang kita melihat bulan dengan “matatelanjang” dipinggir pantai.

Nah, saat era teknologi seperti sekarang ini, ya tidakrelevan lagi. Misalnya kalau kondisi cuaca lagi buruk, hujan atau berkabut danlain sebagainya, kan bisa saja tak muncul bulan.

 

Selain itu, yang kurang baiknya terkait sidang Istbatini, bahwa pelaksanaannya kerap dilakukan minus satu hari, baik puasa ataupunsatu hari mau Hari Raya. Ini jelas terkesan dipaksakan.

 

Kalau mau jujur, lihat Muhammadiyah yang mampumengitung bulan dan tahun, bukan hanya untuk satu atau dua tahun, bahkan untukwaktu 50 tahun kedepan pun terkait waktu shalat, puasa dan Hari Raya sudah bisaditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

 

Jadi sudahlah, menurut saya hentikan sidang Istbatitu. Biarlah urusan agama menjadi domainnya para ulama dan pemimpin ormas Islamdi Indonesia. Pemerintah harusnya bersikaplah netral dengan memberikankesempatan dan ruang yang sama kepada ummat Islam jika memang terdapatperbedaan-perbedaan dalam penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan/atau 1 Zulhijjah.

 

Sehingga Islam sebagai Rahmatan Lil Alamiin benar-benardapat dirasakan ummat Islam Indonesia di tengah keberagaman dalam kehidupanberbangsa dan bernegara.

 

 

 

 

Medan, 26 April 2024

 

Penulis:

 

Ketua Pimpinan Ranting MuhammadiyahKelurahan Tangkahan, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan, Eka Putra Zakran, SHMH

 

 


Tag:

Berita Terkait

Opini

Skill Komunikasi Bagi Perilaku Karyawan di Dalam Organisasi dan Bagi Kinerja Perusahaan di Era digital, Vuca, dan Disrupsi

Opini

Tugas dan Wewenang Staff Legal yang Perlu Diketahui

Opini

Usulan Dua Panel Penghitungan di TPS oleh KPU Wajib Didukung

Opini

Mari Tingkatkan Partisipasi Masyarakat Pada Pemilihan Umum

Opini

Peran Aktif Masyarakat Menentukan Pemilihan Umum yang Berkualitas

Opini

Revitalisasi Bahasa Daerah di Lingkungan Terkecil