Kitakini.news -
Tren 'pariwisata kesempatan terakhir' menjadi fenomena baru yang menarik perhatian para traveler di seluruh dunia. Dengan semakin banyaknya destinasi wisata yang terancam punah akibat perubahan iklim, wisatawan kini berlomba-lomba untuk mengunjungi tempat-tempat tersebut sebelum hilang selamanya. Namun, tren ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, karena ada yang melihatnya sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan, sementara yang lain menganggapnya sebagai upaya yang justru mempercepat kehancuran alam.
Menurut laporan World Travel and Tourism Council pada 2021, pariwisata menyumbang sekitar 8-11 persen emisi gas rumah kaca global. Gas-gas tersebut berdampak pada pemanasan global, yang memicu perubahan iklim dan mengancam keberlangsungan sejumlah ekosistem alami. Destinasi wisata terkenal, seperti gletser di Pegunungan Alpen, Great Barrier Reef di Australia, dan jalan-jalan bersejarah di Venesia, menjadi target utama bagi para traveler yang ingin melihat keindahannya sebelum rusak atau hilang.
Beberapa tempat yang paling banyak dikunjungi karena 'pariwisata kesempatan terakhir' antara lain:
- Gletser di Pegunungan Alpen: Perubahan iklim menyebabkan pencairan gletser yang cepat, termasuk gletser ikonik Mer de Glace di Prancis. Ironisnya, meskipun banyak wisatawan yang datang dengan tujuan ingin "melindungi" tempat tersebut, keberadaan mereka justru berpotensi mempercepat kehancuran.
- Great Barrier Reef, Australia: Terumbu karang ini mengalami pemutihan akibat kenaikan suhu laut, dan diperkirakan 90 persen terumbu karang dunia akan terpengaruh pada 2050. Alih-alih melestarikannya, banyak wisatawan datang untuk melihatnya sebelum ekosistem ini rusak.
- Machu Picchu, Peru: Situs bersejarah ini menghadapi tekanan luar biasa dari kunjungan wisatawan, yang menyebabkan erosi dan kerusakan struktural. Upaya pembatasan jumlah pengunjung telah diberlakukan, namun minat wisatawan tak surut.
- Venesia, Italia: Kota terapung ini terus menghadapi tantangan serius akibat kenaikan permukaan air laut. Jalan-jalan bersejarah dan bangunan berharga di Venesia berisiko rusak atau tenggelam akibat banjir yang semakin sering terjadi.
Paradoks terjadi ketika banyak wisatawan yang menyatakan peduli terhadap lingkungan namun tetap menjadi bagian dari masalah. Misalnya, survei tahun 2022 menunjukkan bahwa 80 persen pengunjung di Pegunungan Alpen ingin melindungi lingkungan setelah berkunjung. Akan tetapi, keberadaan mereka juga turut menyumbang emisi karbon yang mempercepat pencairan es.
Great Barrier Reef juga mencerminkan paradoks ini. Proyeksi dari IPCC menunjukkan bahwa pemutihan karang akan semakin meluas, namun daya tarik terumbu karang masih kuat di mata wisatawan, sehingga mereka terus berdatangan dan justru memperparah pemutihan.
Tren pariwisata 'kesempatan terakhir' memperlihatkan ketertarikan masyarakat untuk melihat tempat-tempat yang terancam punah sebelum hilang. Namun, paradoksnya adalah keberadaan mereka justru mempercepat kehancuran tempat tersebut. Dengan kebijakan yang tepat dan perubahan perilaku wisatawan, diharapkan pariwisata dapat berjalan lebih bertanggung jawab agar keindahan alam dan warisan budaya dapat dinikmati oleh generasi mendatang.